Selasa, 03 November 2009

PAK CICIP GURU MUDA: MENGGAULI SENIORITAS GURU




Namaku Roshif, tapi murid-murid biasa memanggilku Pak Cicip. Aku mengajar di sebuah sekolah Negeri tingkat Menengah Atas sebagai Guru Tidak Tetap, jadi mengajarku juga tidak menetap. Bisa sehari di sini, dua hari di sana, satu jam di sini, berjam-jam di sana.. begitulah semua kulakukan dengan senang hati.

Ini adalah tahun keduaku sebagai seorang guru, namun perasaan gelisah mulai menggelayut dalam otak. Setahun kemarin aku merasa sukses mengajar dengan sangat menyenangkan, dengan sangat menggairahkan dan menjadi guru pujaan murid-murid karena membawakan teknik mengajar yang berbeda dari guru lain. Tapi, awal tahun ini rasanya benar-benar berbeda. Meskipun aku membawakan teknik mengajar yang sama dengan tahun yang lalu tetapi hasilnya tak semeriah tahun kemarin, muridku tak seceria tahun kemarin. Rasa-rasanya semua ilmu yang kupelajari selama empat tahun di bangku perkuliahan hanya mampu bertahan setahun saja untuk diterapkan. Keadaan ini sungguh menggelisahkan, menggelisahkanku sebagai guru baru. Aku butuh ilmu baru, aku butuh wawasan baru, aku benar-benar harus mengupdate teknik mengajarku.

SEPINTAS LALU

Berada di antara guru-guru yang telah bertahun-tahun mengajar memang kurang menyenangkan, kadang aku kurang bisa menangkap bahan pembicaraan mereka saat jam istirahat di ruang guru, sela-sela rapat, atau pertemuan-pertemuan rutin lain sekalipun sifatnya kekeluargaan. Maklumlah, aku sendiri belum berkeluarga, belum beristri. Jadi, ketika mereka mendiskusikan masa depan keluarga mereka, aku malah mendiskusikan kelangsungan hidup ikan peliharaan dan taman bunga di pekarangan belakang. Ketika sebagian dari mereka bekerja berdasarkan prinsip money oriented, maka aku masih bekerja berdasarkan prinsip funny oriented. Bukannya bermaksud menyombongkan diri tetapi memang kenyataannya ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa mereka selesaikan karena alasan tidak ada dana untuk operasional. Sebut saja untuk membuat media pembelajaran hingga mengganti ongkos photocopy kertas ulangan, semua kulakukan dengan sukarela. Maklumlah, dosenku selalu berpesan bahwa menjadi guru adalah pengabdian, kata-kata itu terekam kuat karena memang baru saja dinamkan, apalagi mengingat umurku yang baru 23 tahun memang tidak banyak pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan. Jadi, biarpun penghasilan sedikit tetapi cukuplah untuk menggratiskan siswa dari ongkos photocopy soal ulangan. Namun, aku juga menyadari suatu saat ketika aku akan menjadi seperti mereka, aku juga pasti akan mengalami hal yang sama karena saat mereka muda juga sudah mengalami yang aku alami saat ini. Singkat kata, aku pasti mengalami keadaan dimana pengeluaran bertambah, mati-matian menghidupi keluarga di rumah.

Kadang memang ada saja pikiran merasa seperti terjebak dengan profesiku, bahwa menjadi guru belumlah menjamin masa depan jika belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Wajarlah, gaji tetap, tanggungan pensiunan hari tua pula. Setiap orang tua pasti juga menginginkan menantu yang seperti itu. Ah, lama-lama pikiran seperti itu meresahkan juga, mengingat di negaraku ini proses seleksi calon pegawai negeri tidak dilakukan setiap hari, yang sudah bertahun-tahun mengajar saja masih belum diangkat menjadi pegawai negeri, apalagi diriku ini yang baru setahun ibarat bayi.

Satu-satunya cara untuk menghilangkan semua keresahan itu adalah dengan tidak memikirkannya lagi, lebih baiknya menuntut ilmu lagi, belajar lagi, sekolah lagi, kuliah lagi, mumpung masih ada biaya, mumpung dapat beasiswa.

BELAJAR LAGI

Saat ini, ketika aku menuliskan catatan ini, aku telah berada di tengah-tengah ruang perkuliahan program pascasarjana, yang baru kusadari aku dikelilingi guru-guru hebat penuh semangat. Aku menjadi satu-satunya yang paling muda di kelas ini. Sengaja aku masuk kelas ini karena tidak memungkinkan bagiku kuliah pagi hari, aku harus mengajar. Jadi, perkuliahan yang kuikuti adalah program perkuliahan sore hari. Awalnya aku pikir di kelas ini aku akan menjadi yang terpintar, tercerdas, mewakili sosok guru modern saat ini. Namun, justru bersama mereka aku menjadi sadar, bahwa menjadi guru tidak hanya sekadar urusan mengajar tetapi juga bagaimana menjalani hidup dengan tegar. Mereka semua berada di sini bukan tanpa tujuan. Sama sepertiku, mereka juga ingin belajar, dengan tulus mereka katakan ingin belajar. Sekarang saya mulai berpikiran bahwa kurang tepat rasanya jika pemerintah menyebutkan tujuan diadakannya sertifikasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan guru, hal itu dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Nanti bisa-bisa para buruh menuntut diadakannya sertifikasi buruh, bisa repot kan? Mungkin akan lebih baik jika alasan diadakannya sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas guru. Jadi tunjangan sertifikasi tidak melulu dipakai untuk melunasi cicilan rumah, atau menutupi hutang-hutang koperasi. Tetapi dipergunakan untuk sekolah ke jenjang lebih tinggi lagi, meningkatkan kualitas mengajar. Seperti seorang guru di sebelahku ini, yang jika dilihat dari umurnya lebih menyerupai kakekku saja. Namun, semangat belajarnya makin tua makin jadi. “Mumpung dapat tunjangan sertifikasi makanya saya kuliah lagi.” Katanya dengan tegas.

Ada banyak hal yang dapat aku petik dari sekumpulan orang-orang hebat ini. Jika dalam perdebatanku selalu memulai dengan kalimat “Menurut pendapat tokoh....dalam buku...” maka mereka memulainya dengan kalimat“ Menurut pengalaman saya.........” Itulah yang membedakan kami yang senior dan yang masih junior, dan itu pula yang memb uat aku begitu menghormati mereka, jika mereka mengutarakan permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi di kelas, maka aku coba menawarkan beberapa solusi berdasarkan referensi yang belum sempat mereka baca. Biasanya solusi-solusiku akan terus-menerus dipertanyakan dengan problem-problem mengajar yang sudah bertahun-tahun mereka hadapi. Jika aku baru bereksperimen, mereka sudah berpengalaman, ketika aku menang dalam teori, mereka menang dalam praktik. Aku merasa benar-benar menang dari mereka hanya ketika kami mendapat tugas membuat paper. Aku tahu mereka sudah tidak bisa dibebani dengan hal-hal seperti itu lagi.


Diskusi-diskusi yang kami bangun selalu terasa menyenangkan karena masing-masing memiliki pandangan yang berbeda terhadap teknik dan cara mengajar. Tidak heran jika pada akhirnya mereka mulai mengadopsi caraku berbicara dan berpenampilan, pun aku juga demikian, mulai mengadopsi cara mereka memberikan perhatian terhadap siswa. Karena itulah selepas perkuliahan, aku selalu merasa seperti habis kembali dari masa depan, dan aku bisa mempersiapkan segala sesuatu yang akan aku hadapi lagi di masa yang akan datang.

Sabtu, 16 Mei 2009

ONO REGO ONO RUPO

*r.a.hartyanto

Seringkali muncul pertikaian antara masyarakat kaya dan miskin, dan ketika ini terjadi biasanya saya ikut membela yang miskin karena hegemoni masyarakat bahwa kaum miskin adalah minoritas, kebetulan dalam memandang suatu permasalahan saya suka membela pihak minoritas. Tetapi saat ini sepertinya kaum miskin bukan lagi kaum minoritas di negara kita. Sebaliknya, kaum miskin telah menjadi golongan mayoritas, jadi perihal menyikapi pendidikan yang semakin mahal, maka kali ini saya mencoba berada di pihak masyarakat kaya.

Banyak sekali demo yang dilakukan untuk menuntut pendidikan murah, bahkan tak jarang yang berdemo menuntut pendidikan murahan (tidak mau sekolah tetapi ingin punya ijazah). Media massa juga menurut saya terlalu berlebihan ketika mengangkat topik pelajar yang putus sekolah karena masalah perekonomian, hal seperti itu justru hanya akan semakin menusuk perasaan kaum miskin dan tidak mampu, kenapa tidak lebih baik mengangkat kisah pelajar miskin yang akhirnya menjadi sukses karena punya keinginan, motivasi yang tinggi serta usaha yang keras untuk sekolah. Bukankah itu dapat menjadi motivator serta inspirator bagi masyarakat lain yang perekonomiannya sulit namun ingin tetap sekolah?

Perihal tuntutan pendidikan murah.

Pendidikan itu bukan barang dagangan, jadi tidaklah dibenarkan jika kita ingin mendapatkan hasil besar dengan pengeluaran kecil untuk sebuah pendidikan. Pendidikan berkualitas pasti ditunjang dengan fasilitas, fasilitas itulah yang sifatnya tidak cuma-cuma, seperti pepatah Jawa: Ono’ Rego Ono’ Rupo, jadi ada uang ada pilihan, jika kita menganggarkan dana besar untuk sebuah pendidikan maka ada banyak pilihan pendidikan berkualitas.

Pertanyaannya adalah bagaimana masyarakat miskin bisa menganggarkan pengeluaran yang besar untuk pendidikan, sedang untuk hidup saja masih susah? Miskin memang takdir, tetapi Tuhan menentukan takdir umatnya berdasarkan amal perbuatannya sendiri. Orang bisa jadi kaya tidak secara tiba-tiba seperti jatuh dari langit, tetapi penuh dengan usaha dan do’a, sehingga untuk mendapatkan kekayaannya itu mereka dituntut untuk pintar, pintar dalam pendidikan juga pintar dalam memanfaatkan setiap peluang.

Tidak perlu kita mengeluh dan selalu bertanya kenapa pendidikan semakin mahal? Tetapi tanyakanlah kepada diri sendiri mengapa kita tidak bisa memenuhi kebutuhan pendidikan yang semakin mahal?

Pada dasarnya kaya miskin adalah sama, yang membedakan adalah usaha dan do’a, perkara biaya pasti bisa diraih melalui dua hal tadi (usaha dan do’a). Apalagi bantuan pemerintah terhadap pendidikan untuk masyarakat tidak mampu sampai saat ini tidak pernah putus, meski pada pelaksanaannya di lapangan kurang efektif karena banyaknya oknum (yang saya sebut merekalah sebenarnya yang tidak berpendidikan) dari dinas pendidikan yang menyunat dana bantuan pemerintah.

Jadi, tidak perlu lagi ada kecemburuan sosial ketika ada pelajar dari kalangan orang kaya yang bisa berprestasi tinggi karena kepintarannya sebab hal itu memang wajar, toh kesempatan yang sama untuk menjadi pintar dan berprestasi juga dimiliki pelajar dari kalangan orang miskin. Jika ada orang miskin yang pintar dan berprestasi, maka hal itu menjadi lebih luar biasa lagi dan amat sangat perlu untuk dibanggakan.....

Selamatkan pendidikan dari kepunahan...

PAK ROKHMAD GURU BAHASA: SAYA MENCIPTAKAN SENDIRI PENGALAMAN BERKESAN UNTUK SISWA


*.r.a.hartyanto


Pertemuan pertama Pak Rokhmad mengajar, dia mendapat tantangan besar, dia mendapati seorang siswa dengan tatapan mata sinis, dan senyum kecut meremehkan. Pak Rokhmad tahu siswa itu sedang melecehkannya meski dalam hati.

Pertemuan kedua, masih dengan siswa yang sama. Kali ini dia tidak mau menulis dan tidak mengindahkan setiap arahan yang diberikan, apalagi penjelasan.

Pertemuan ketiga, Pak Rokhmad benar-benar gerah. Siswa yang sama semakin tidak menanggapi keberadaannya di dalam kelas, siswa tadi justru ongkang-ongkang kaki bersiul ke arah jendela. Pak Rokhmad sebisa mungkin tersenyum... masih tersenyum...

Dalam perjalanan pulang dari sekolah, Pak Rokhmad mengendarai motornya pelan, menikmati semilir angin sepoi, tetapi dari arah belakang terdengar gaung bunyi knalpot motor yang teramat keras memekakkan telinga, Pak Rokhmad baru sadar dia telah diasapi siswanya sendiri. Siswa yang sama, yang telah meremehkannya.

Pertemuan keempat, Pak Rokhmad tidak mau mengajar, dia tidak masuk kelas. Dia mondar-mandir di depan ruang guru, mencari cara untuk membuat perhitungan. “Hmmm...Air beriak tanda tak dalam!” kata Pak Rokhmad dalam hati.

Kemudian Pak Rokhmad bergegas pergi, dia sedang merencanakan sesuatu.

Pertemuan kelima, HARI PEMBALASAN

Pak Rokhmad tidak banyak memberikan penjelasan, dia hanya memberi tugas siswa-siswanya untuk menuliskan pengalaman berkesan yang pernah dialami. Sampai jam pelajaran selesai belum ada siswa yang dapat menyelesaikan tugas yang diberikan sampai akhirnya terpaksa tugas dilanjutkan di rumah. Pak Rokhmad hanya tersenyum simpul seperti punya rencana licik.

Sepulang sekolah, Pak Rokhmad menunggu dari kejauhan, memperhatikan targetnya keluar dari tempat parkir. Masih dengan kebiasaannya, membetot gasnya penuh dan memainkan bunyi knalpotnya keras-keras. Lalu-lintas tampak ramai sehingga motor terpaksa berjalan pelan, tetapi tidak dengan siswa incaran Pak Rokhmad, suara keras knalpot motornya tetap dimainkan. Di sebelahnya, seperti seorang pensiunan tentara mulai terganggu dengan bunyi knalpot motor yang memekakkan telinga. Lelaki paruh baya bertubuh gempal tadi memicingkan mata dan mengirim sebuah tendangan cukup keras ke arah motor siswa incaran Pak Rokhmad. Motornya terguling, sementara lelaki itu memarkir motornya sendiri dan mendekati siswa tadi, dengan geram ditariknya kerah baju siswa kemudian tangan gempalnya mengayunkan pukulan keras. Namun, dari arah berlawanan Pak Rokhmad menepis tangan gempal lelaki tadi dan menahan pukulan yang hampir mengenai siswanya. Dengan kerlingan mata kirinya, Pak Rokhmad seakan meluluhkan amarah lelaki tadi, lelaki itu melepaskan kerah baju yang digenggamnya dan sambil memaki-maki siswa yang mulai ketakutan kemudian meninggalkan keributan.

Dengan tenang Pak Rokhmad membantu siswanya mengangkat motornya yang terguling, siswa yang biasanya nampak angkuh kini benar-benar seperti telah digembosi besar kepalanya. Nyalinya benar-benar menciut...”Kali lain tidak perlu seperti itu lagi, karena nasib baik tidak pernah datang dua kali... pulanglah.. motormu tidak rusak parah” Pak Rokhmad mencoba menenangkan siswanya yang masih terlihat ketakutan. Pak Rokhmad hanya terdiam, tertawa saja dalam hati.. tertawa keras... sekeras bunyi knalpot siswanya.

Selama perjalanan pulang Pak Rokhmad terus tersenyum memikirkan kejadian tadi, memikirkan siswanya yang mungkin saat ini benar-benar sedang ketakutan, dan tidak pernah tahu jika lelaki bertubuh gempal tadi memang seorang kawan Pak Rokhmad yang sengaja telah dimintai tolong untuk terlibat dalam rencana pembalasan tadi. Pantas saja jika hanya dengan kerlingan mata saja bisa membuat lelaki tadi tiba-tiba melepaskan pegangannya. Ternyata semua itu memang sudah disengaja, diskenario dengan baik dan sempurna oleh Pak Rokhmad Guru Bahasa.

Pertemuan selanjutnya, waktunya mengumpulkan tugas, semua siswa mengumpulkan tugasnya. Terakhir, tampak siswa yang biasanya terlihat angkuh itu menjulurkan kertas tugasnya, “Terimakasih Pak...” kata siswa tadi sambil tertunduk malu. Pak Rokhmad membaca hasil pekerjaannya:


PENGALAMAN BERKESAN YANG TAK TERLUPAKAN


Seorang guru telah menyelamatkanku dari tamparan seorang pensiunan tentara. Saat itu lalu-lintas begitu padat, hingga membuat .....................

.............................................................................

....................................................................

Dst.


Pak Rokhmad tersenyum, sejak saat itu tidak ditemuinya lagi siswanya yang angkuh dan suka meremehkan orang lain, dia justru seperti mendapat siswa baru, seorang siswa yang dengan perasaan bersalahnya kini dapat menjadi teladan di dalam kelas. Siswa yang tidak pernah tahu bahwa dia telah dikerjai gurunya sendiri...


-SEKIAN-

NASRIEL GURU SENI: SAYA AKUI SEDANG DEKAT DENGAN AURA KASIH


(Pembelajaran Teknik Curhat Campur Gosip Plus Sedikit Magic)

* r.a.hartyanto


Di Sekolah ini banyak sekali bakat-bakat seni yang dimiliki siswa, tetapi bakat itu seperti tertimbun oleh pasir berdebu bernama “malu.” Nasriel Ilham (nama samaran), seorang guru kesenian mencoba untuk mendobrak belenggu itu, meski usahanya kali pertama menumbuhkan minat belajar seni sangat susah, bahkan dia butuh waktu tak jarang hingga satu jam pelajaran untuk membuat siswanya bisa aktif dalam materi pelajaran.

Kemudian dia mengevaluasi diri, merevisi cara mengajar agar lebih menggugah minat siswa.

Sebelum memulai pelajaran, siswanya tak ubah sebuah mesin mobil balap yang belum dipanasi, akan bergerak super kencang bila sudah dalam keadaan suhu pemanasan yang tinggi. Kemudian mereka biasanya hanya duduk dan mendengarkan jika ada penjelasan, sedang untuk memulai suatu pekerjaan masih butuh waktu lebih lama lagi.

Nasriel menggeser kursinya sedikit ke tengah sehingga memungkinkan setiap siswa dapat melihat raut wajahnya, kemudian dia duduk dengan wajah sedikit sendu....

Nasriel mengambil nafas panjang dan dia mulai bercerita tentang kebimbangan yang sedang dihadapinya di depan siswa.


CURAHAN HATI SEORANG GURU SENI


Nasriel mulai bercerita tentang kebimbangannya dalam mengambil keputusan, tentang beberapa perempuan yang katanya sedang dekat dengan dirinya, juga tentang orang tuanya yang sudah mulai menanyakan kapan dirinya akan memperkenalkan calon pasangan hidupnya. Siswa mulai serius menanggapi, dimulai dengan pertanyaan “Siapa?” tetapi Nasriel tidak serta-merta menyebutkan nama perempuan-perempuannya. Dia hanya tersenyum kecut dan semakin menampakkan wajah bimbang bercampur sedih. Oleh karena kebimbangan itu, maka Nasriel perlahan mulai meminta pertimbangan siswanya untuk bisa menjawab dan mengambil keputusan, Nasriel menyampaikannya dengan penuh perasaan seakan masa depannya sekarang sedang berada di tangan siswa-siswanya.


MAGICAL TIPUSIONIS


Cara pengambilan keputusannya begini, Nasriel meminta siswanya untuk membuat tiga potongan kertas kecil, kertas pertama ditulisi angka 1, kemudian di baliknya angka 2, kertas kedua ditulisi angka 3 dan dibaliknya angka 4, begitupula dengan kertas ketiga ditulisi angkan 5, dan dibaliknya angka 6.

Ketiga potongan kertas itu harus ditata di atas meja, dimana yang terlihat pada sisi kertas itu haruslah angka 1, 3, dan angka 5 dengan urutan yang berbeda pada masing-masing siswa. Setelah itu Nasriel meminta siswanya untuk mengacak urutan ketiga kertas tadi, setelah diacak kemudian kertas paling kiri dibalik sehingga yang terlihat dari kertas tersebut adalah angka yang ditulis pada sisi yang lain. Dua kertas yang tersisa kemudian diacak lagi urutannya dan siswa diminta untuk membalik salah satu dari dua kertas yang tersisa dan telah diacak urutannya tadi. Siswa kemudian diminta untuk menjumlahkan ketiga angka pada sisi kertas yang terlihat, karena kertas sebelumnya telah diacak, maka siswa tentulah berpikiran hasil dari penjumlahan ketiga angka tersebut akan berbeda pada masing-masing siswa. Sebelumnya siswa juga tidak diperbolehkan menyebutkan ataupun mencocokkan hasil penjumlahannya dengan teman yang lain.

Nasriel kemudian mengambil selembar kertas karton besar, dia menjelaskan pada siswanya bahwa pada kertas karton tersebut ada 20 nama perempuan yang saat ini sedang dekat dengannya, kemudian siswa akan diminta untuk mencocokkan hasil penjumlahannya dengan nomor urut perempuan yang tertulis pada kertas karton. Pada bagian ini siswa semakin penasaran, siapa nama perempuan yang mungkin akan menjadi pasangan hidup gurunya nanti. Suasana hening karena sebelumnya Nasriel meminta siswanya agar melakukan kegiatan ini dengan sungguh-sungguh dan penuh hikmat tanpa suara sedikitpun untuk kesakralan proses pengambilan keputusan.

Nasriel semakin menampakkan wajah mendebarkan, dia mengangkat tinggi kertas karton yang masih terlipat itu, kemudian perlahan dia membukanya setelah lebih dulu mengambil nafas panjang.

Dua puluh nama perempuan telah terpampang, suasananya menjadi hiruk-pikuk, gempar, dan kemudian diikuti tawa panjang ketika ternyata dua puluh nama yang tertulis di sana adalah nama artis, dari penyanyi sampai pemain sinetron.

Tetapi tidak lama suasana kembali menjadi hening ketika Nasriel mengatakan bahwa dirinya dapat membaca pikiran orang lain, dia meminta siswa untuk mencocokkan hasil penjumlahan dengan nomor urutan nama-nama artis yang telah dipajang, nama itu kemudian disimpan dalam hati, dia juga meminta salah satu siswanya untuk maju ke muka kelas kemudian dimintanya siswa tadi untuk menatap matanya dalam-dalam dan menyebutkan dalam hati nama artis yang memiliki kesesuaian antara nomor urut dengan hasil penjumlahan kertas tadi. Nasriel berpura-pura telah dapat membaca pikiran siswa yang menatap matanya tadi, kemudian Nasriel menanyakan kepada seluruh siswa, apakah nama perempuan yang sesuai dengan hasil penjumlahan ketiga angka pada kertas tadi adalah Aura Kasih? Seluruh siswa terbelalak, menoleh kiri kanan kemudian mengangguk bersamaan, siswa tidak percaya jawaban mereka semua sama—Aura Kasih. Nasriel memang sengaja meletakkan nama Aura Kasih pada urutan kesebelas karena dia tahu hasil penjumlahan dari ketiga angka pada kertas tadi pasti menunjukkan hasil yang sama yaitu sebelas.

Dengan gayanya Nasriel kemudian mengangkat dan menengadahkan kedua tangannya seraya mengucap syukur karena jawaban semua siswanya sama yaitu Aura Kasih, dengan demikian Tuhan memang telah menjodohkan dirinya dengan sang Aura Kasih.

Seluruh siswa bertepuk tangan, meski sambil tertawa melihat kegokilan guru seninya itu....


GOSIP HANGAT


Kegiatan tadi dilakukan oleh Nasriel di seluruh kelas yang diajarnya. Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya nama Aura Kasih tidak pernah luput untuk menjadi topik pembicaraan setiap materi yang disampaikan. Jadi, dalam waktu yang singkat nama Aura Kasih semakin familiar sebagai kekasih seorang guru kesenian di sekolah itu, hal itu kemudian tidak lagi menjadi rahasia umum hingga akhirnya gosip kedekatan Nasriel guru kesenian dengan Aura Kasih tersebar luas, meski faktanya mereka berdua tidak pernah saling mengenal (namanya juga gosip....digosok makin siiiipp.....).

Sejak saat itu, minat siswa pada pelajaran kesenian semakin meningkat, awalnya memang dengan celetukan-celetukan tentang Aura Kasih, kemudian tidak lama semakin berkembang pada pertanyaan-pertanyaan kritis tentang seni dan aktivitas psikomotorik siswa dalam bidang seni terlihat semakin menonjol.

Suatu hari Nasriel melintas di depan kelas yang saat itu sedang berlangsung mata pelajaran lain, sepertinya siswa dan guru sedang melakukan presentasi, tanpa sengaja Nasriel mendengar dalam penjelasan salah seorang siswa yang menyinggung nama Aura Kasih, spontan hal itu semakin menambah hangat perdebatan dalam presentasi meski dalam bentuk canda tawa penyegar suasana.

Nasriel tersenyum dari balik pintu, dalam hatinya berkata: Yang berdebat itu murid-muridku, yang diperdebatkan itu kekasihku.

GURU ITU DIGUGU DAN DITIRU, BUKAN DI”GUYU” DAN DIRUSAK






*r.a. hartyanto


Seorang guru menganiaya murid hingga pingsan, dua orang guru mencabuli belasan siswi saat praktik Biologi, tiga orang guru beradegan mesum dalam mobil, empat orang guru pesta narkoba dalam hotel... lima orang guru... enam orang guru... tujuh orang guru... dan masih banyak guru yang kualitasnya perlu dipertanyakan. Semua itu adalah potret negatif citra guru yang terekam media dan terpublikasikan dengan kasus-kasus baru setiap harinya.

Mengikuti hukum sebagian bukan berarti keseluruhan, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa semua guru seperti itu (para politikus menyebutnya oknum). Namun, tetap saja oknum guru yang sebagian itu dapat merusak citra guru secara keseluruhan. Citra guru rusak, masyarakat menertawakan.

Setiap orang dapat menjadi guru, tetapi tidak banyak yang mampu menjadi guru, terlebih ketika adanya upaya meningkatan kesejahteraan guru melalui uji sertifikasi oleh Departemen Pendidikan Nasional (bukan judul PTK lho...), yang pada akhirnya membuat antusiasme masyarakat terhadap profesi guru menjadi meningkat. Masuk sekolah guru belum genap enam bulan sudah buru-buru jadi guru sukwan. Bukan karena diperlukan, tetapi karena ingin mengejar waktu urut antrian untuk mendapat SK dari Dinas Pendidikan, sebagai syarat jalan mulus jadi pegawai negeri.

Lalu bagaimana dengan kemampuan mengajarnya? Jangan tanya! Lihat saja! Ada guru kencing berdiri karena tidak mampu menjawab pertanyaan murid, ada guru darah tinggi karena tidak dihiraukan murid, ada pula guru yang frustrasi karena didemo wali murid. Begitulah jika semua ingin jadi guru, tapi tidak siap digugu dan ditiru, yang ada hanya di”guyu” dan dirusak.

Guru bukan profesi, jangan dieksplorasi! Guru adalah pengabdian, jangan jadikan lahan cari uang!

Anda seorang guru? Sudah layakkah digugu dan ditiru?

TEKNIK PEMBELAJARAN AWALYA WINDHYASTITI (AWALI PELAJARAN DENGAN KATA-KATA BIJAK PENUH ARTI)


*r.a. hartyanto


Pelajaran moral saat ini perlu ditanamkan kepada siswa secara intensif, sebab pengaruh lingkungan teramat kuat untuk bisa menghancurkan budi pekerti luhur siswa yang sedang tumbuh di sekolah. Ibu guru Windhy punya cara unik ketika akan mengawali sebuah pelajaran, biasanya dia menuliskan kata-kata bijak di papan tulis, tentang pelajaran moral, tentang hidup, semangat, motivasi, inspirasi, bahkan tak jarang tentang perasaan hati.

Tidak hanya itu kemudian Ibu guru Windhy juga menceritakan sebuah kisah, anekdot, ataupun dongeng penyemangat hidup yang disampaikan secara lugas hingga siswa dapat memetik pelajaran dari cerita yang disampaikan. Tak jarang pula Ibu Guru Windhy menjelaskan makna kata-kata bijaknya melalui sebait atau dua bait lagu yang dinyanyikan dengan merdu sehingga membawa nuansa ceria sebelum siswa memulai pelajarannya.

Rabu, 21 Januari 2009

Bagaimana "menjelikan" siswa?


oleh: r.a.hartyanto


Ini mungkin dapat dijadikan contoh oleh guru seni musik, ketika kita akan mengasah kemampuan dan kejelian siswa dalam menganalisis lagu sebelum mereka kemudian mengaransir lagu. Cobalah perdengarkan lagu anak-anak berjudul “Balonku” yang dinyanyikan kembali oleh Tompi. Jika kita jeli maka ada keganjilan pada lirik lagu yang dinyanyikan Tompi tersebut...

Berikut cuplikan liriknya...


Balonku ada lima,

Rupa-rupa warnanya

Merah, kuning, kelabu, merah muda dan biru.

Meletus balon hijau dorr...

....

....


Perhatikan pada bagian meletus “balon hijau”! Padahal pada lirik sebelumnya tidak disebutkan ada balon berwarna hijau... jadi balon warna hijau yang meletus milik siapa? Jangan-jangan milik orang lain...


Nah, kalau siswa tidak jeli maka akan kesulitan menganalisisnya sebab bila lirik sudah dinyanyikan maka kecenderungan mereka terlena dalam alunan musiknya....

Makanya, Mas Tompi... kalau nyanyikan lagu ciptaan orang lain perhatikan betul liriknya...

Rabu, 14 Januari 2009

Jadwal UNAS 2009


Jadwal Ujian Nasional dan POS Pelaksanaan UN Tahun 2009

15/12/2008 BSNP

Berdasarkan kesepakatan bersama (BSNP, Depdiknas, dan Depag) diputuskan jadwal Ujian Nasional sebagai berikut :

- SMA/MA (20 -- 24 April 2009)

- SMP/Mts (27 -- 30 April 2009)

- SD/MI (11 -- 13 Mei 2009)

- SMK/SMALB (20 -- 22 April 2009)

Selasa, 06 Januari 2009

Menciptakan Perdamaian Bukan Menanamkan Kebencian

Oleh: r.a.hartyanto


Beberapa waktu yang lalu Saya melihat tayangan berita di televisi berkaitan dengan perang Israel vs Palenstina. Saya juga melihat bagaimana reaksi dunia terhadap serangan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. Dunia mengecam dan mengutuk Israel. Di Indonesia, berbagai unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap saudara-saudara kita yang ada di sana. Bahkan adik-adik kita yang masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak juga tidak ketinggalan untuk ikut menyuarakan keberpihakan mereka terhadap Palestina. Tapi, ada pemandangan yang sedikit mengganggu ketika Saya melihat adik-adik kita dalam unjuk rasanya melemparkan sepatu ke arah spanduk bergambarkan bendera Israel. Saya melihat kebencian mendalam dari cara mereka melemparkan sepatu. Hal seperti itulah yang perlu diwaspadai, menanamkan solidaritas terhadap sesama terlebih terhadap umat seagama memang perlu dilakukan, tetapi jangan sampai ikut tertanam juga rasa kebencian dalam diri adik-adik kita. Bukankah spanduk-spanduk yang bernada “HANCURKAN ISRAEL” atau “GANYANG ISRAEL” akan lebih baik jika diganti dengan “SADARKAN ISRAEL” atau mungkin “TOBATKAN ISRAEL” sehingga kesannya bukan memusuhi tetapi menyadarkan, yang ada bukan kebencian tetapi rasa kasih sayang... toh dalam agama kita juga lebih dianjurkan untuk menyadarkan yang jahat daripada menghancurkan yang jahat. Jadi, saling menyayangi bukan membenci...MENCIPTAKAN PERDAMAIAN bukan MENANAMKAN KEBENCIAN.

Semoga Israel-Palestina sadar...