Sabtu, 16 Mei 2009

GURU ITU DIGUGU DAN DITIRU, BUKAN DI”GUYU” DAN DIRUSAK






*r.a. hartyanto


Seorang guru menganiaya murid hingga pingsan, dua orang guru mencabuli belasan siswi saat praktik Biologi, tiga orang guru beradegan mesum dalam mobil, empat orang guru pesta narkoba dalam hotel... lima orang guru... enam orang guru... tujuh orang guru... dan masih banyak guru yang kualitasnya perlu dipertanyakan. Semua itu adalah potret negatif citra guru yang terekam media dan terpublikasikan dengan kasus-kasus baru setiap harinya.

Mengikuti hukum sebagian bukan berarti keseluruhan, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa semua guru seperti itu (para politikus menyebutnya oknum). Namun, tetap saja oknum guru yang sebagian itu dapat merusak citra guru secara keseluruhan. Citra guru rusak, masyarakat menertawakan.

Setiap orang dapat menjadi guru, tetapi tidak banyak yang mampu menjadi guru, terlebih ketika adanya upaya meningkatan kesejahteraan guru melalui uji sertifikasi oleh Departemen Pendidikan Nasional (bukan judul PTK lho...), yang pada akhirnya membuat antusiasme masyarakat terhadap profesi guru menjadi meningkat. Masuk sekolah guru belum genap enam bulan sudah buru-buru jadi guru sukwan. Bukan karena diperlukan, tetapi karena ingin mengejar waktu urut antrian untuk mendapat SK dari Dinas Pendidikan, sebagai syarat jalan mulus jadi pegawai negeri.

Lalu bagaimana dengan kemampuan mengajarnya? Jangan tanya! Lihat saja! Ada guru kencing berdiri karena tidak mampu menjawab pertanyaan murid, ada guru darah tinggi karena tidak dihiraukan murid, ada pula guru yang frustrasi karena didemo wali murid. Begitulah jika semua ingin jadi guru, tapi tidak siap digugu dan ditiru, yang ada hanya di”guyu” dan dirusak.

Guru bukan profesi, jangan dieksplorasi! Guru adalah pengabdian, jangan jadikan lahan cari uang!

Anda seorang guru? Sudah layakkah digugu dan ditiru?

Tidak ada komentar: