Kamis, 20 Maret 2008

Penokohan Drama "Kejahatan Membalas Dendam"

ANALISIS PENOKOHAN DALAM NASKAH DRAMA

"KEJAHATAN MEMBALAS DENDAM"

Oleh : R.A. Hartyanto


Pada sebuah karya sastra drama, tokoh layaknya seperti media yang digunakan pengarang untuk menyampaikan ide dan pemikiran-pemikirannya, sebab tokoh yang memainkan cerita, mengawali dan mengakhiri sebuah cerita. Tokoh pulalah yang menjadikan cerita menjadi hidup dan dapat diterima oleh penikmat sastra drama (reseptor drama)


Perbincangan perihal tokoh juga tidak dapat dilepaskan dari watak atau karakter. Beberapa hal yang dapat dijadikan pijakan dalam membicarakan watak tokoh adalah aspek fisik, aspek social, dan aspek psikis. Aspek fisik tokoh umumnya digambarkan melalui usia (tingkat kedewasaan), jensi kelamin (pria atau wanita), bentuk wajah, dan keadaan tubuh. Aspek social tokoh biasanya digambarkan melalui status social, pekerjaan, pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup, aktivitas social, keturunan, dan yang lain. Sedangkan aspek psikis atau latar belakang kejiwaan umumnya dilukiskan melalui mentalitas atau ukuran moral, temperamen, cita-cita, tingkat kecerdasan, tingkat emosi dan lain-lain.(Najid, 2003 : 24)


ANALISIS PENOKOHAN

Ringkasan cerita :

Ishak adalah seorang pengarang muda yang pada suatu hari pemikiran-pemikiran dalam tulisannya mendapat kritik dari seorang penulis generasi sebelumnya yang kolot bernama Suksoro, secara kebetulan, Suksoro memiliki seorang anak gadis yang bernama Satilawati yang tak lain adalah tunangan dari Ishak. Pertikaian antara Suksoro dan Ishak ditambah lagi dengan hadirnya Kartili (seorang dokter) yaitu sahabat Ishak yang ternyata juga mencintai Satilawati dan dengan piciknya telah memberikan obat-obatan yang dapat menyebabkan jiwa dan mental Ishak menjadi terganggu. Kartili akhirnya tersandung masalah akibat pekerjaan kotornya sebagai dokter dan akhirnya menjadi gila. Sementara itu, Suksoro yang meminta bantuan bibinya (perempuan tua) untuk memisahkan Satilawati dan Ishak akhirnya disadarkan oleh perkataan Asmadiputera (sahabat Ishak) juga perempuan tua yang ternyata justru menolong Ishak dan Satilawati.


Penokohan :

  1. Ishak dan Satilawati sebagai tokoh protagonist. Frekuensi muncul kedua tokoh utama ini bisa dikatakan sangat sering sekali dalam setiap bagian. Bahkan dari bagian awal hingga akhir cerita, keberadaan keduanya tidak pernah lepas sebab kedua tokoh ini merupakan sumber cerita. Ishak, seorang pengarang muda, dengan semangat yang tinggi mewakili watak dan jiwa para muda, berpola pikir maju meski dalam perjalanan hidupnya sempat menjadi pengecut dan pesimis demi mencapai cita-citanya. Seperti sebuah dialog yang dilontarkan kepadanya di bawah ini ;

SATILAWATI : Engkau pengarang pengecut !

ISHAK : (terkejut) mengapa ?...(mengeluh) Ah, engkau juga!

SATILAWATI : Pengecut, sedikit diserang keritik orang, engkau hendak melarikan diri. Untuk menjaga nama, supaya jangan merosot, aku sudah maklum.(hal. 115)


Sebagai seorang pengarang, Ishak juga lebih menyukai kesendirian sebab dengan kesendirian dan rasa sepi dia bisa menikmati hasrat menulisnya yang memuncak. Semangat tinggi dan sifat kerja kerasnya selain terhadap menulis juga terhadap pekerjaan yang lain :

ISHAK : (Terus menulis, berpikir sebentar, menulis lagi)

PEREMPUAN TUA : (menggerakkan badannya, bangun, kuap, duduk di atas balai-balai). Banyak betul bangsat di sini (memandang kepada Ishak) Belum juga engkau berhenti menulis lagi ? (melihat ke piring makanan dan ke mangkuk kopi) Lihat, makanan telah dingin. (hal 143)


Dalam pekerjaan lain Ishak juga pekerja keras :

SATILAWATI : (menunjuk ke kiri) Lihat ia bekerja, ayah. Telah seperti petani betul (sesak nafas). (hal. 162)

Demikianlah Ishak kembali kuat setelah mendapat pengakuan dari masyarakat tentang keberadaan dirinya dan pemikiran-pemikiran yang di tuliskannya untuk nusa dan bangsa.


Sementara Satilawati, merupakan seorang perawat yang berhati tulus, terlebih dalam hal cinta dan kasih sayangnya kepada orang yang dia sayangi. Pengabdian dan kesetiaannya terhadap orang dan pekerjaan yang dia kasihi terlihat dalam dialog-dialog di bawah ini :

- SATILAWATI : Ya, aku tahu, tapi yang berkenan dalam hatiku hanya engkau. Jika engkau pergi, aku akan menangis dalam hatiku. Aku akan jatuh sakit, Tapi aku akan selalu menunggu engkau. (hal. 144)


  • SATILAWATI : (mengejek) kau kira, aku akan meninggalkan pekerjaan itu. Karena aku telah berpisahan dengan engkau ? engkau belum tahu siapa Satilawati (hendak pergi). (hal.116)


Dari sisi fisik, Satilawati juga digambarkan sebagai seorang gadis muda yang berparas cantik ;

SATILAWATI : Tidak ada sebab yang lain ?

ISHAK : (kemalu-maluan) tentu ada, Engkau cantik !


  1. Kartili dan Suksoro, sebagai tokoh antagonis, kemunculanya selalu menciptakan permasalahan/konflik baru bagi tokoh utama dalam cerita. Kartili memunculkan konflik awal dengan mencintai Satilawati yang tak lain adalah tunangan dari sahabatnya sendiri.

SATILAWATI : (memandang jauh) Memang belum (berontak) “Tapi mengapa semua ini kau ceritakan kepadaku ? Mengapa ? dalam keadaan yang begini ?

KARTILI : (tegas) Karena aku cinta padamu. Agar engkau jangan tersesat. (hal. 120)

Selanjutnya Kartili terus memberikan konflik-konflik hingga klimaksnya dia berencana membunuh perempuan tua karena menolak untuk membantunya. Watak kartili yang picik, pembohong, dan selalu berpikir bahwa uang adalah segalanya terlihat pada dialog berikut :

  • KARTILI : Buat sementara waktu aku tidak perlu duit.

ASMADIPUTERA : Jadi engkau mengobati orang itu karena duit saja ? Ya, pendapat berlain-lainan. Tapi bagiku seorang dokter harus bekerja sebab lain pula. (hal. 132)


  • KARTILI : (terkejut) Bohong ?

PEREMPUAN TUA : (tegas) rahasia tuan bukan itu (hal. 147)


Sedikit berbeda dengan Kartili, Suksoro yang juga merupakan tokoh antagonis dalam cerita ini pada akhir cerita menjadi tokoh yang baik seiring dengan selesainya konflik yang dialaminya dengan tokoh utama atau protagonis. Suksoro yang egois, keras, beridealisme kuat dan tidak berperasaan digambarkan dalam dialog berikut ;

  • PEREMPUAN TUA ; (lemah-lembut) engkau seperti sedia kala juga suksoro. Jika kemauanmu tidak diperlakukan, engkau marah. Lagi..ini belum tentu kemauanmu tidak akan diperlakukan (Hal.140)


  • PEREMPUAN TUA : Engkau tiada berhati, (berdiri) Anakmu sendiri hendak engkau celakakan. Hatimu busuk ! Engkau hanya memikirkan dirimu sendiri. Karena bencimu kepada Ishak itu engkau hendak mencelakakan Anakmu. (hal. 140)



  1. Asmadiputera dan Perempuan Tua, sebagai tokoh tritagonis. Asmadiputera dalam drama ini memang tidak banyak dijelaskan mengenai watak dan sifat-sifatnya sebab kemunculannya hanya sesekali yakni pada awal dan akhir cerita dan kemunculannya hanya untuk memberikan pencerahan sekaligus bantuan penyelesaian atas konflik yang dialami antara tokoh antagonis dan protagonist. Sedikit yang menggambarkan idealisme Asmadiputera adalah ketika Suksoro mengutarakan pandangan sang Maester in de rechten tersebut yakni :


SUKSORO : Kata Asmadiputera. Pengarang-pengarang muda Indonesia ini sedang menyiapkan diri untuk menyambut Indonesia Merdeka. Dan jika Indonesia telah merdeka, Indonesia tidak perlu lagi malu bergandengan dengan Negara manapun juga dalam hal ke-susastraan. Pengarang muda Indonesia sekarang selalu berusaha menciptakan hasil kesusastraan Internasional, diakui oleh seluruh dunia. Dan untuk menciptakan yang demikian, kedudukan pengarang-pengarang Indonesia merdeka harus sama dengan kedudukan pengarang-pengarang Negara lain,kedudukan yang bebas dan merdeka…(hal.163)


Sementara Perempuan tua dalam cerita ini yang awalnya seperti dimunculkan untuk mengiringi tokoh antagonis ternyata selanjutnya dijadikan tokoh yang berdiri sendiri yakni sebagai tokoh pelerai yang pada akhirnya terlibat dalam penyelesaian konflik cerita. Perempuan tua digambarkan sebagai seseorang yang berhati nurani dengan menolak untuk diminta memisahkan Ishak dan Satilawati namun justru menolong keduanya ;


SUKSORO : Aku tidak perlu mendengarkan perkataan bibi lagi. Pergilah hari ini juga, aku akan mencari dukun lain.

PEREMPUAN TUA : (hendak pergi) Carilah dukun lain. Aku akan bertempur dengan dukunmu itu. Untuk cucuku ! (dengan gagah keluar). (hal.140)

Tidak ada komentar: