Kamis, 20 Maret 2008

Tindak Tutur Humor "Para Kiai"

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM HUMOR PARA KIAI
(KETAWA SAMPAI SURGA) – BADAI FISILMIKAFFAH

oleh : R.A. Hartyanto

A. Pendahuluan

Sebelum membicarakan teori mengenai tindak tutur itu ada baiknya kita bicarakan dulu pembagian jenis kalimat yang dilakukan oleh para ahli tata bahasa tradisional. Menurut tata bahasa tradisional ada tiga jenis kalimat, yaitu (1) kalimat deklaratif, (2) kalimat interogatif, dan (3) kalimat imperative. Ada juga yang menambahkan satu lagi, yaitu kalimat interjektif atau kalimat seruan. Tetapi di sini kita bicarakan yang tiga itu saja. Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak usah melakukan apa-apa, sebab maksud si pengujar hanya untuk memberitahukan saja. Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat itu untuk memberi jawaban secara lisan. Jadi, yang diminta bukan hanya sekadar perhatian, melainkan juga jawaban. Sedangkan kalimat imperative adalah kalimat yang isinya meminta agar si pendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta. (Chaer dan Leonie Agustina, 2004 : 50)

Austin (1962) dalam Chaer dan Leonie Agustina (2004 : 51) membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstantif dan kalimat performatif. Yang dimaksud dengan kalimat konstantif adalah kalimat yang berisi pernyataan belaka. Sedangkan yang dimaksud dengan kalimat performatif adalah kalimat yang berisi perlakuan.

Kemudian tindak tutur yang dilakngsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak tutur lokusi, (2) tindak tutur ilokusi, (3) tindak tutur perlokusi.





B. Analisis Tindak Tutur dalam Humor Para Kiai

1. Tindak Tutur Lokusi.

Tindak tutur lokusi ialah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.

Pengertian lain mengenai lokusi juga dapat berarti tindak tutur yang dilakukan pembicara berhubungan dengan perkataan sesuatu seperti memutuskan, mendoakan, merestui, atau menuntut.

Dalam Humor Para Kiai ditemukan tindak tutur lokusi seperti pada salah satu humornya sebagai berikut :


ISTRI TETANGGA


Ini adalah cerita Kian Anwar ketika kuliah di Mesir. Karena tak kuat pisah terlalu lama dengan istrinya, Halimah, yang baru ia nikahi beberapa bulan, akhirnya Kiai Anwar membawa Halimah ke Mesir. Hitung-hitung melanjutkan bulan muda. Mereka tinggal di sebuah apartemen.

Hari demi hari mereka lalui dengan kebahagiaan. Hingga suatu pagi tiba-tiba Halimah berkata pada Kiai Anwar, “Abi, coba lihat tetangga sebelah itu !”nkata Halimah menunjuk tetangga sebelah apartemennya.

“Kenapa?” Tanya Kiai Anwar heran.

“Mereka kelihatan bahagia sekali. Setiap kali suaminya pergi, pasti mencium istrinya. Terus pulangnya membawa sekuntum bunga. Romantis sekali. Kenapa Abi nggak seperti itu ?

“Mau mampus apa ? Aku kan nggak kenal sama istrinya ?” (hal. 48-49)


Kalimat yang bergaris bawah pada humor diatas menunjukkan adanya maksud menuntut dari si pembicara (istri) yakni dimana Halimah sebagai istri menyampaikan tuntutannya kepada sang suami mengapa suaminya setiap kali pergi tidak pernah mencium dirinya dan tidak membawa sekuntum bunga ketika pulang. Namun maksud sang istri diterima dengan pemahaman berbeda oleh sang suami yang menangkap maksud sang istri menuntut dirinya untuk berlaku romantis kepada perempuan di sebelah apartemennya.


2. Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi ialah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan klaimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan dan menjanjikan.

Tindak tutur ilokusi yang menunjukkan maksud penawaran terdapat juga pada humor berikut ini :


SETELAH MAGHRIB


Suatu hari beberapa Kiai sepuh berkumpul di Pesantren Kiai Anwar untuk mendengarkan penjelasan seorang ahli pesawat. Sang ahli pesawat itu bilang bahwa kini Indonesia sudah bisa membuah pesawat terbang ke bulan. Awalnya sang ahli pesawat bicara menggebu-gebu. Tapi begitu diperhatikannya para kiai yang hadir acuh tak acuh, sang ahli pesawat jadi heran sendiri. “Kenapa para hadirin seperti tidak ada yang tertarik dengan temuan kami ?” tanya sang ahli penasaran.

Beberapa Kiai saling berpandangan lalu salah seorang diantaranya angkat suara. “Kami tidak kagum dengan penemuan Anda, karena Amerika sudah lama bikin pesawat seperti itu. Kalau pesawat yang bisa menuju ke matahari, baru kami kagum dan bangga.

Mendengar hal itu, sang ahli tersenyum dan menjelaskan.”Maaf, Pak Kiai, kalau ke matahari itu panas sekali. Pesawat kita pasti akan melelh sebelum sampai ke sana.”

Lagi para Kiai saling berpandangan, sebagian mengangguk-angguk membenarkan ucapan sang ahli. Tapi tiba-tiba di barisan depan salah seorang Kiai berdiri, angkat suara : “Kalau takut panas, bukankah kita bisa berangkat habis Maghrib ? kenapa harus repot-repot ?” (hal. 56-57)


Kalimat yang bergaris bawah diatas menunjukkan sebah tindak tutur ilokusi dimana menyampaikan maksud untuk menawarkan atau mengusulkan atas pokok pembicaraan yang sedang berlangsung meskipun usulan atau penawaran yang disampaikan tidak masuk akal.


3. Tindak Tutur Perlokusi

Tindak tutur perlokusi ialah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistic dari orang itu.


KIAI SHODIK MENJARING PSK


Menjelang Ramadhan Kiai Shodik gelisah karena di sekitar pesantren masih banyak berkeliaran perempuan penjajaseks. Tak mau ambil resiko, Kiai Shodik segera menghubungi Pemda setempat yang kemudian melakukan operasi penertiban.

Kiai Shodik ikut mengantar dan menyaksikan jalannya operasi itu. Beberapa PSK memang berhasil kabur ketika petugas baru saja sampai di lokasi. Tapi banyak juga yang berhasil ditangkap. Meski sebagian dari mereka meronta-ronta, ingin kabur juga. Suasana jadi rebut dan gaduh. Kiai Shodik yang tanggap situasi, segera menenangkan.

“Tenang, tenang. Kalian hanya mau di bawa ke Dinas Sosial saja. Bukannya ditahan,” kata Kiai Shodik bijaksana.

“Betul kata Pak Kiai. Jadi kalian jangan takut, sahut petugas Pemda.

Pada saat itu seorang PSK yang sudah berhasil ditangkap menyahut dengan suara keras ;”Kalo saya sih mau dibawa kemana aja nggak masalah. Yang penting tarifnya cocok. Iya khan, Pak Kiai?!”

Kiai Shodik geleng-geleng kepala. (hal. 64-65)


Kalimat yang bergaris bawah diatas merupakan sebuah tindak tutur perlokusi karena bermaksud untuk mempengaruhi atau membuat si pendengar untuk melakukan sesuatu seperti yang diucapkan oleh si pembicara. Pada kalimat itu, kalimat yang diucapkan oleh Kiai Shodik berusaha untuk membujuk para PSK untuk bisa tenang.

C. Penutup

Dari hasil analisis yang telah diutarakan diatas, dapat diketahui mengenai keberadaan tindak tutur dalam Humor Para Kiai (Tertawa Sampai Surga) yang dapat berupa tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, maupun tindak tutur perlokusi. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa tindak tutur selalu terjadi pada setiap aktifitas komunikasi / aktifitas berbahasa yang dilakukan oleh setiap masyarakat bahasa dari setiap golongan sekalipun itu dari golongan para Kiai.


D. Daftar Rujukan

Badai Fismikaffah, 1997. Humor Para Kiai (Ketawa Sampai Purga). Yogyakarta : Lafal Indonesia.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik : Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta



Tidak ada komentar: